Aku
baru saja keluar dari kamar saat kudengar suara ibu memanggil namaku dari arah
dapur. Aku bukannya mendatangi beliau tapi malah langsung duduk di depan tv dan
memainkan hpku.
"Nduk, anterin ibu ke pasar yuk bentar. Itu stok dagangan uda pada
habis. Takutnya ntar ada yang mau belanja tapi ga ada dagangan." Kata Ibu
sambil menghampiriku.
"Males ahhh." Jawabku
sekenanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar hp.
"Ayolah ntar sekalian deh mau
beli apa gitu, jajanan kesukaanmu."Ibu masih coba merayu.
"Emang mau beli apaan aja
sih?"
"Ya banyak sih, ada minyak, mie
instant, gula, teh, banyak deh. Ayo kamu ikut ntar mau nungguin motor aja ato ikut
ke dalam juga boleh."
"Yee, ngapain kalau ikut cuma
nungguin motor."
"Yaudah ikut ke dalam
aja."
"Males ah, udah Ibu bawa motor
sendiri kan bisa. Parkir juga tinggal bayar seribu kan."
Tiba-tiba hapeku berdering. Ah ada
telepon dari Donny. Langsung saja aku pencet tombol hijau untuk mengangkatnya.
"Halo, Don..?". Aku bangkit dari kursi dan ngeloyor ke kamar tanpa
memperdulikan ibu yang masih berdiri di sampingku.
Ah rupanya Donny ngajakin ketemuan.
Dia bilang dia udah ada di Cafe Biru. Buru – buru aku ganti baju dan meluncur kesana. Donny itu teman satu sekolah yang
sudah kutaksir sejak kelas satu dulu. Dan akhir – akhir ini kami sudah semakin
dekat dan akrab. Aku merasa Donny juga memiliki perasaan yang sama padaku. Dan
ini sudah kesekian kalinya Donny mengajak aku pergi. Apa mungkin dia akan
mengungkapkan perasaannya padaku hari ini?
Akhirnya aku sampai juga di Cafe
Biru. Aku celingukan mencari dimana Donny sampai kulihat seseorang melambaikan
tangan padaku di pojokan. Ah itu dia Donny. Aku bergegas menuju ke arahnya.
Tapi tunggu dulu kenapa ramai begitu? Donny memang tidak bilang kalau dia
sendirian, tapi aku gak menyangka akan ada orang sebanyak itu di meja Donny.
“Hai, Tyas, akhirnya datang juga
sini duduk.” Sambut Donny sambil menarik bangku untukku.
Aku duduk sambil memperhatikan
orang- orang di sekitar. Ada sekitar 10 orang disana selain aku. Beberapa
kukenali sebagai Arkha dan Vico - teman
sekelas Donny- selain itu aku tidak kenal.
“Hey, guys yang ini namanya Tyas.
Anak sekolahku juga tapi beda kelas. Dia nih yang suka ngajarin aku bikin PR.” Kata
Donny sambil menepuk – nepuk bahuku.
“Ohh, hai Tyas.” Sambut beberapa
cowok sambil cengengesan.
Aku tersenyum. “Hai juga, kenalin
aku Tyas.”
“Hey, kalo aku Jenny.” Sambung seorang
cewek di samping Donny.
“Hey salam kenal, Jenny.”
“Nah
si Jenny ini yang punya hajat, Yas.” Kata Arkha yang memang sudah kenal
denganku. “Doi ini mo ngerayain ultahnya sambil sekalian pajak jadian karena sejak
kemarin dia sudah resmi jadi pacar Donny. Ciee...Selamat!”
Semua
sontak bertepuk tangan dengan meriah. Ya mereka bergembira tentu saja, tapi
tidak denganku. Kata- kata terakhir Arkha tadi berhasil membuatku hampir gak
bisa bernafas. Apa ? Jadi Donny baru aja jadian ama Jenny dan dia ngundang aku
ke sini buat ngerayain hari jadi mereka. Kalau tahu bakal begini mana mungkin aku
mau datang??
Untuk
beberapa lama aku hanya diam dan mencoba berlapang dada melihat kemesraan Donny
dan Jenny. Tapi akhirnya kuputuskan untuk pamit pulang dengan alasan ada urusan
mendadak. Aku segera naik angkot untuk pulang.
Selama perjalanan pikiranku sudah tak karuan.
Tidak menyangka dengan hal yang barusan kualami. Mengapa aku begitu bodoh
mengharapkan Donny yang ternyata sudah punya pacar. Jadi apa maksud dari
perhatian dan kedekatan kami selama ini. Ah dasar PHP.
Pikiranku masih berkecamuk sampai
kemudian aku tersadar saat tiba- tiba angkot yang kutumpangi berhenti mendadak.
“Haduh, kenapa sih ni Bang, koq
berhenti mendadak?” Rutukku sambi mengelus –elus kepalaku yang kepentok
penumpang lain.
“Itu ada yang jatuh, Mbak.” Kata si
sopir sambil menunjuk ke depan.
Semua mata serentak mengikuti
telunjuk si sopir. Terlihat pemandangan seorang ibu yang tengah sibuk memunguti
belanjaannya yang berserakan di jalan. Seorang bapak membantu membangunkan
motornya yang jatuh. Tampaknya si ibu tadi membawa terlalu banyak belanjaan
sehingga motornya tidak seimbang dan jatuh.
Tapi tunggu dulu, aku sepertinya
mengenali motor itu. Ah itu kan motorku dan ibu itu? Ya Allah, wanita yang baru
saja jatuh dan sedang kerepotan itu ibuku. Secepat kilat aku turun dari angkot
dan berlari ke arah ibuku.
“Ibu, ibu gak papa?” tanyaku begitu
sampai di dekatnya.
Ibu menoleh, “Tyas? Kog kamu di
sini? Bukannya tadi pergi?”
“Iya aku uda pulang, Bu.” Jawabku
sambil membantu ibu membereskan belanjaannya yang jatuh. “Ibu gak pa pa kan?
Koq bisa jatuh sih?”
“Iya Ibu tadi agak kagok pas mau
belok soalnya ada belanjaaan ibu gantung di depan. Tapi ibu gak papa koq.” Kata
Ibu sambil tersenyum. “Ini tadi ibu beliin kamu batagor, tapi malah tumpah deh
gara – gara jatuh. Apa mau beli lagi?”
Ah Ibu, masih sempat – sempatnya memikirkan
batagor kesukaanku. Padahal beliau baru saja terkena musibah. Dan penyebabnya
adalah aku. Coba tadi aku tidak menolak saat disuruh ibu untuk mengantarnya ke
pasar. Ibu pasti gak akan kerepotan bawa motor sendiri dengan belanjaan sebanyak
ini. Aku malah lebih memilih cepat –
cepat pergi begitu Donny meneleponku. Padahal di sana aku malah kecewa karena
ternyata Donny sudah bersama pacarnya.
Aku jadi merasa begitu bersalah pada
Ibu. Kalau untuk orang lain saja aku selalu punya waktu, kenapa hanya untuk
mengantar Ibuku sendiri ke pasar saja aku tak mau meluangkan waktuku. Padahal
Ibu telah mengorbankan banyak waktunya untuk merawat dan membesarkanku sampai
sekarang. Ah, aku benar – benar menyesal. Maafkan aku Ibu, mulai sekarang aku
berjanji akan selalu ada waktu untukmu.
Untuk
Ibuku Rita Erawati, Ibu terhebat di dunia J J
1 komentar:
nyesss :(
Posting Komentar